FISIOTERAPI PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER



Written by : Ade Marvira Putri (1910301233)



2.1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

2.1.1.  Jantung

            Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah pertengahan rongga dada di atas diafragma,dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan kosta VI dua jari di bawah papilla mammae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukuran kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.


 


 Gambar 1. Anatomi Jantung

 

Lapisan dan Bagian Jantung

a.       Lapisan Jantung

1)      Endokardium: lapisan yang terdapat di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.

2)      Miokardium: lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu :

·      Bundalan otot atria yang terdapat di bagian kiri atau kanan dan basis kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.

·      Bundalan ventrikel yang membentuk bilik jantung, dimulai dari cincin atrioventrikuler sampai di apeks jantung.

·      Bundalan otot atrioventrikuler merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik jantung.

3)      Perikardium: lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan pariental dan lapisan viseral yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung.

b.    Bagian Jantung

1)      Atrium kanan: menyediakan sekitar 20% volume sekuncup ventrikel kanan, melakukan kontraksi dan mempunyai aksi sebagai jalan terusan pengisian pasif dari ventrikel kanan.

2)      Atrium kiri: menyediakan sekitar 20% volume sekuncup ventrikel kiri, kontraksi dan mempunyai aksi sebagai jalan terusan pengisian pasif dari ventrikel kiri.

3)      Ventrikel kanan: memompa darah yang mengandung karbondioksida ke sirkulasi pulmonar.

4)      Ventrikel kiri: memompa darah yang mengandung oksigen ke sirkulasi pulmonar.

Pada orang awam, atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari pada ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum inter-atriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.

Di antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut katup mitral (katup bikuspid). Kedua katup ini berhungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

Fisiologi Jantung

a.                   Periode konstriksi (periode sistole)

Suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. Katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian di edarkan ke seluruh tubuh.

b.                  Periode dilatasi (periode diastole)

Suatu keadaan ketika jantung mengembang. Katup bikus dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah sehingga darah masuk dari atrium ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.

c.                   Periode istirahat

Merupakan waktu antara periode konstriksi dan dilatasi ketika jantung berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada waktu kita beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70-80 kali/menit. Pada tiap-tiap konstriksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-70 cc.

2.1.2.  Penyakit Jantung Koroner 

            Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung dimana terjadi penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Pembuluh darah koroner adalah pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor seperti denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi, tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain sebagainya.

            Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (PLAK) yang mengandung lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada intima, atau permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini membuat intima menjadi kasar, jaringan akan berkurang oksigen dan zat gizi sehingga menimbulkan infark, penyakit jantung koroner menunjukkan gejala gizi terjadi infark miokard atau bila terjadi iskemia miokard seperti angina pectori. Kolesterol serum dibawa oleh beberapa lipoprotein yang diklasifikasikan menurut densitasnya. Lipoprotein dalam urutan densitas yang meningkat adalah kilomikron. VLDL (Very Low Density Lopoprotein). LDL (low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein) membawa hampir seluruh kolesterol dan merupakan yang paling aterojenik. HDL menurunkan risiko penyakit jantung ke hati, tempat kolesterol di metabolisme dan di ekskresikan.

 

2.1.3.      Aterosklerosis

            Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuannya untuk melebar. Dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga akan membahayakan miokardium yang terletak di sebelah distal dari daerah lesi. Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endothel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).

            Terhalang atau tersumbatnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh pengendapan kalsium, kolesterol lemak dan lain-lain substansi, yang dikenal sebagai plak. Dalam periode tersebut deposit ini tertimbun secara perlahan-lahan yang akhirnya diameter di arteri koroner yang masih dapat dilalui darah makin lama semakin sempit, sampai pembuluh tersebut tidak dapat dilewati darah sesuai dengan kebutuhan otot jantung. Terhalangnya aliran darah seperti di atas disebut sebagai fixed blockage13. Plak sering timbul pada tempat-tempat dimana terjadi turbulensi maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah terkena trauma dimana terjadi deskuamasi endothel yang menyebabkan adesi trombosit.

 




Gambar 2. Aterosklerosis

 

2.2. Faktor-faktor risiko Penyakit Jantung Koroner

            Faktor risiko suatu penyakit adalah faktor-faktor yang diyakini meningkatkan risiko timbulnya penyakit yang bersangkutan. Namun hal itu tidak bersifat absolut. Artinya bila seseorang memiliki salah satu faktor saja atau kombinasi dari beberapa jenis faktor risiko, tidak berarti bahwa secara otomatis ia mengidap penyakit jantung koroner. Tetapi ia memiliki kemungkinan lebih besar terkena penyakit daripada yang tidak memiliki faktor risiko.

 2.2.1. Faktor Risiko Alami

            2.2.1.1. Genetik

            Riwayat keluarga yang positif terhadap PJK (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya pengaruh genetic dan lingkungan masih belum diketahui. Tetapi, riwayat keluarga dapat juga mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stress atau obesitas.

            2.2.1.2. Jenis Kelamin

            Wanita lebih kebal pada penyakit jantung koroner daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki hormon estrogen yang mampu melebarkan pembuluh darah sehingga potensi  terjadi penyempitan lebih kecil. Namun pada wanita yang telah mengalami menopause, memilki risiko yang sama besar dengan pria

            2.2.1.3. Usia

            Risiko PJK meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor pemicu. Pada masa tua terjadi degeneratif fungsi jantung dan pembuluh darah.

            2.2.1.4. Ras

            Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap PJK daripada orang kulit putih.

 2.2.2. Faktor Risiko Utama

            2.2.2.1. Kolesterol

            Kolesterol merupakan salah satu kata yang sering diucapkan oleh masyarakat umum terutama bila menyangkut masalah kesehatan, biasanya dengan konotasi negative. Sesungguhnya kolesterol tidaklah selalu jelek.  Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa lemak yang kompleks yang dihasilkan oleh tubuh untuk bermacam-macam fungsi kolesterol maka tubuh membuatnya sendiri di dalam hati (liver).

            Kolesterol yang berada dalam zat makanan yang kita makan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Sejauh pemasukan ini masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita akan tetap sehat. Tetapi sangat disayangkan kebanyakan dari kita memasukkan kolesterol lebih dari apa yang diperlukan, yaitu dengan makan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan koelsterol dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini dapat dimengerti karena hidangan yang lezat umumnya mengandung banyak lemak. Hasilnya mudah diterka, yaitu kadar kolesterol darah meningkat sampai di atas angka normal yang diinginkan.

            Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di dalam pembuluh darah arteri, yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal sebagaiatherosclerosis. Seperti telah disebutkan di muka, bila penyempitan dan pengerasan ini cukup berat, sehingga menyebabkan suplai darah ke otot jantung tidak cukup jumlahnya, maka timbul sakit atau nyeri dada yang disebut angina, bahkan dapat menjurus ke serangan jantung. Di sinilah kolesterol tersebut berperan negative terhadap kesehatan. Karena alasan tersebut di atas, maka kadar kolesterol yang abnormal menjadi factor risiko utama PJK.

            Parameter kolesterol terdiri dari:

1. Kolesterol total

Kadar kolesterol total darah yang sebaiknya adalah (200mg/dl, bila) 200 mg/dl berarti risiko untuk terjadinya PJK meningkat.

Kolesterol

Normal

Agak tinggi (Pertengahan)

Tinggi

<200 mg/dl

200 – 239 mg/dl

>240 mg/dl

Tabel 1. Kolesterol Total

2. LDL kolesterol

LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol biasa disebut kolesterol jahat karena apabila kadar LDL kolesterol meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dan pengendapan kolesterol di arteri. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai petunjuk untuk mengetahui risiko PJK daripada kadar kolesterol total saja. Kadar LDL kolesterol > 130 mg/dl akan meningkatkan risiko terjadinya PJK. Kadar LDL kolesterol yang tinggi ini dapat diturunkan dengan diet.

Kadar Kolesterol

Normal

Agak tinggi (Pertengahan)

Tinggi

<130 mg/dl

130 – 159 mg/dl

>160 mg/dl

Tabel 2. LDL Kolesterol

3. HDL kolesterol

HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol sering disebut kolersterol baik karena mengangkut kelebihan kolesterol jahat dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.

Kadar Kolesterol

Normal

Agak tinggi (Pertengahan)

Tinggi

> 45 mg/dl

35 - 45 mg/dl

>35 mg/dl

Tabel 3. HDL Kolesterol

4. Kadar trigliserid

Trigliserid merupakan lemak di dalam tubuh yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK. Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sebagai berikut yaitu bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, ada PJK, ada keluarga yang menderita PJK <55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas. Pengukuran kadar trigliserid kadang-kadang diperlukan untuk menghitung kadar LDL kolesterol, karena pemeriksaan laboratorium biasanya langsung dapat mengukur kolesterol total, HDL kolesterol dan trigliserid.

Kadar Kolesterol

Normal

Agak tinggi (Pertengahan)

Tinggi

> 150 mg/dl

150 - 250 mg/dl

>500 mg/dl

Tabel 4. Kadar Trigliserid

            2.2.2.2. Hipertensi

            Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktormiokard). Serta tekanan darah yang tinggi menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (factor koroner).

Sistolik

Diastolik

< 130

< 85

Normal

131 -159

86 – 99

Hipertensi ringan

160 – 179

100 – 109

Hipertensi sedang

180 – 209

110 – 119

Hipertensi berat

> 210

> 120

Hipertensi sangat berat

Tabel 5. Kriteria Tekanan Darah Dewasa

            2.2.2.3. Merokok

            Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung pada dinding arteri, karbon monoksida menyebabkan hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang menimbulkan reaksitrombosit, glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri.

 2.2.3. Faktor Risiko Tidak Langsung

            2.2.3.1. Diabetes Mellitus

            Diabetes menyebabkan factor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar glucose darah naik terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga gula darah (glukoosa) tersebut dapat menjadi pekat, dan ini mendorong terjadinya pengendapanatherosclerosis pada arteri koroner. Pasien dengan diabetes cenderung mengalami gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikan kadar kolesterol.

            2.2.3.2. Obesitas

            Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Risiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20% dari BB ideal. Obesitas mendorong timbulnya factor risiko yang lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, yang pada taraf selanjutnya meningkatkan risiko PJK. Obesitas dalam arti kurangnya tenaga yang dikeluarkan sehingga zat makanan yang dimakan akan tersimpan akan tersimpan dan tertumpuk dalam tubuh sebagai lemak

            2.2.3.3. Aktivitas Fisik

            Masyarakat yang tidak aktif sedikitnya 2 kali lebih besar ditemukannya PJK daripada masyarakat yang aktif. Sedikit aktivitas fisik dapat memperburuk faktor risiko PJK lainnya, seperti tinggi kolesterol dalam darah dan trigliserid, hipertensi, diabetes dan prediabetes, dan obesitas. Sangat penting sekali untuk anak-anak dan dewasa untuk melakukan aktifitas fisik sebagai rutinitas sehari-hari. Salah satu alasan mengapa orang Amerika tidak cukup aktif dikarenakan mereka hanya menghabiskan waktu di depan TV dan mengerjakan pekerjaannya di depan computer. Beberapa spesialis menyarankan anak umur 2 tahun dan yang lebih tua sebaiknya tidak menghabiskan waktu dengan menonton TV atau memakai computer lebih dari 2 jam. Aktif secara fisik adalah salah satu hal terpenting yang dapat menjaga kesehatan jantung.

            2.2.3.4. Stress

            Stres dianggap merupakan salah satu faktor risiko dari PJK meskipun belum dapat “diukur” berapa besar pengaruh tersebut memicu timbulnya PJK. Demikian juga, amat sulit untuk memberikan definisi stress secara cepat. Mungkin deskripsi yang paling mendekati ialah suatu keadaan mental yang Nampak sebagai kegelisahaan, kekhawatiran, tensi tinggi, keasyikan yang abnormal dengan suatu dorongan atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Jadi seorang yang mengalami tres dapat mengeluh karena merasa tidak sehat, sakit kepala, berdebar (palpitasi), sakit lambung atau susah tidur, tidak bahagia, atau bahkan depresi. Tidak semua simtom tersebut hadir bersama – sama. Stres dapat memicu pengeluaran hormone andrenalin dan katekolamin yang tinggi dapat berakibat mempercepat kekejangan (spam) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.

            2.2.3.5. Diet dan nutrisi

            Diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko PJK. Misalnya, makanan yang tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol yang akan meningkatkan kolesterol LDL. Dengan demikian, maka harus membatasi makanan tersebut Lemak jenuh ditemukan di beberapa daging, produk susu, coklat, makanan yang dipanggang, dan makanan goreng dan makanan yang diproses. Lemak trans ditemukan di beberapa makanan yang digoreng dan diproses.   Kolesterol ditemukan pada telur, daging, produk susu, makanan yang dipanggang, dan beberapa jenis kerang. Hal ini juga penting untuk membatasi makanan yang tinggi natrium (garam) dan tambahan gula. Diet tinggi garam dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Tambahan gula akan memberi kalori tambahan tanpa nutrisi seperti vitamin dan mineral. Hal ini dapat menyebabkan berat badan meningkat, yang meningkatkan risiko PJK. Tambahan gula banyak ditemukan di makanan penutup, buah-buahan kalengan yang dikemas dalam sirup, minuman buah, dan minuman soda non diet.

            2.2.3.6. Alkohol

            Alkohol dapat mengurangi risiko PJK. Namun, mengkonsumsi terlalu banyak alkohol akan menjadi suatu risiko. Ketika diambil secara berlebihan, alkohol merugikan jantung dan organ lainnya. Hal ini secara langsung dapat menyebabkan kerusakan otot jantung dan detak jantung yang irreguler dari jantung. Alkohol dapat menyebabkan obesitas, trigliserida tinggi, tekanan darah tinggi, stroke dan kanker.41 Alkohol akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini

juga akan menambah kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Ada banyak alasan untuk tetap konsumsi alkohol dalam batas yang wajar.

2.3. Cara Mencegah Penyakit Jantung Koroner

            Walaupun penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang mematikan namun penyakit ini dapat dicegah, Berikut beberapa tips cara mencegah penyakit jantung koroner:

a.       Berhenti merokok sedini mungkin

b.      Berolahraga secara teratur

c.       Konsumsi makanan sehat dan gizi seimbang

d.      Hindari stress yang berlebihan

e.       Hindari pola hidup tidak sehat

f.        Kurangi konsumsi alkohol

g.      Menjaga tekanan darah

h.      Kontrol gula darah

i.        Menurunkan berat badan

2.4. Cara Mengatasi Penyakit Jantung Koroner

1.      Tes Diagnostik

  1. Elektrokardiogram (EKG).

Elektrokardiogram mencatat sinyal listrik ketika mereka bergerak melalui jantung Anda. EKG sering mengungkapkan bukti dari serangan jantung sebelumnya atau dalam perkembangan. Dalam kasus lain, Holter monitoring mungkin disarankan. Dengan EKG jenis ini , Anda memakai monitor portabel selama 24 jam saat Anda menjalani aktivitas normal. Kelainan tertentu mungkin menunjukkan aliran darah tidak memadai untuk jantung Anda.

  1. Echocardiogram.

Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung Anda. Selama ekokardiogram, dokter anda dapat menentukan apakah semua bagian dari dinding jantung berkontribusi biasa dalam aktivitas memompa jantung. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen. Ini mungkin menandakan penyakit arteri koroner atau berbagai kondisi lain.

  1. Tes stres.

Jika tanda-tanda dan gejala paling sering terjadi selama oalh raga, dokter mungkin meminta Anda untuk berjalan di atas treadmill atau naik sepeda statis selama EKG. Hal ini dikenal sebagai olah raga tes stres. Dalam kasus lain, obat untuk merangsang jantung Anda dapat digunakan sebagai pengganti olah raga. Beberapa tes stres dilakukan dengan menggunakan ekokardiogram. Ini dikenal sebagai stres echos. Sebagai contoh, dokter Anda mungkin melakukan USG sebelum dan setelah olah raga di atas treadmill atau sepeda. Atau dokter Anda dapat menggunakan obat untuk merangsang jantung Anda selama ekokardiogram.

  1. Koroner kateterisasi.

Untuk melihat aliran darah melalui jantung Anda, dokter Anda mungkin menyuntikkan cairan khusus ke dalam pembuluh darah (intravena). Hal ini dikenal sebagai angiogram. Cairan disuntikkan ke dalam arteri jantung melalui pipa panjang, tipis, fleksibel (kateter) yang dilewati melalui arteri, biasanya di kaki, ke arteri jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung. SPewarna menandai bintik-bintik penyempitan dan penyumbatan pada gambar sinar-X. Jika Anda memiliki penyumbatan yang membutuhkan perawatan, balon dapat didorong melalui kateter dan ditiup untuk meningkatkan aliran darah dalam jantung. Sebuah pipa kemudian dapat digunakan untuk menjaga arteri melebar terbuka.

  1. Teknologi CT scan.

Computerized tomography (CT) , seperti berkas elektron computerized tomography (EBCT) atau CT angiogram koroner, dapat membantu dokter Anda memvisualisasikan arteri Anda. EBCT, juga disebut sebagai ultrafast CT scan, dapat mendeteksi kalsium dalam lemak yang sempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, penyakit arteri koroner mungkin terjadi. CT angiogram koroner, di mana Anda menerima pewarna kontras yang disuntikkan secara intravena selama CT scan, juga dapat menghasilkan gambar dari arteri jantung Anda.

  1. Magnetic Resonance angiogram (MRA).

Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering digabungkan dengan menyuntikkan zat warna kontras, untuk memeriksa area penyempitan atau penyumbatan - meskipun rincian mungkin tidak sejelas yang disediakan oleh kateterisasi koroner.

2.      Angioplasty dan penempatan stent (revaskularisasi koroner perkutan).

     Dalam prosedur ini, dokter Anda menyisipkan tabung panjang tipis (kateter) ke dalam bagian yang menyempit dari arteri Anda. Sebuah kawat dengan balon kempis melewati kateter ke daerah menyempit. Balon tersebut kemudian dipompa, menekan dinding arteri Anda. Sebuah tabung mesh/stent ditempatkan di arteri untuk membantu menjaga arteri terbuka. Beberapa stent perlahan melepas obat untuk membantu menjaga arteri terbuka.

  


3.      Operasi bypass arteri koroner.

     Seorang ahli bedah menciptakan sebuah graft untuk membypass arteri koroner yang tersumbat menggunakan pembuluh dari bagian lain dari tubuh Anda. Hal ini memungkinkan darah mengalir di sekitar arteri koroner yang tersumbat atau menyempit. Karena ini memerlukan operasi jantung terbuka, itu yang paling sering dilakukan untuk kasus beberapa arteri koroner menyempit.

 

 

 FISIOTERAPI PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER

 


 

A.    Cardiac Rehabilitation (Rehabilitasi Jantung)

Program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan program multi fase yang dirancang untuk memulihkan gangguan jantung, terutama gangguan pembuluh darah jantung. Pada program ini pasien dilatih agar dapat kembali menjalankan hidup secara optimal dan produktif

B.     Proses Cardiac Rehabilitation

Proses CR dibagi menajdi beberapa tahap sebagai berikut :

1.      Fase Pra Operasi

2.      Fase Klinis

3.      Fase Rehabilitasi Rawat Jalan

4.      Fase Pasca Rehabilitasi

 

1.      Fase Pra Operasi

Fisioterapi pre operatif direkomendasikan untuk pasien dengan peningkatan risiko komplikasi paru pasca operasi (PPC) setelah CABG. Tujuannya untuk mengurangi mortalitas, morbiditas (lebih sedikit infeksi saluran napas), durasi ventilasi dan lama tinggal di rumah sakit (Level 1) .

Jika pasien dirujuk untuk Cardiac Rehabilitation berbasis olahraga sebelum CABG, informasi berikut harus diberikan: diagnosis, komorbiditas, pengobatan, dan rentang waktu sebelum operasi. Program harus terdiri dari pelatihan Inspirasi Muscle Training menggunakan perangkat ambang inspirasi, coughing, huffing dan Teknik pernapasan (untuk mendorong pengelaran dahak dan merangsang ventilasi yang optimal). Selain itu, latihan aerobik untuk melestarikan atau meningkatkan kebugaran fisik harus dipertimbangkan (dalam konsultasi dengan pasien dan ahli jantung). Dianjurkan untuk memulai Inspirasi Muscle Training  setidaknya 2 minggu, dan jika mungkin 4 minggu sebelum operasi, dengan frekuensi 7 hari seminggu menggunakan sesi 20 menit dengan intensitas 30% dari tekanan inspirasi maksimum (PI maks).

Hambatan harus disesuaikan seminggu sekali berdasarkan skala Borg (0 - 10). Jika skor Borg (0 - 10) resistansi harus ditingkatkan 5%

Selama latihan ini , tujuannya adalah :

-          Tidak ada masalah paru yang terdeteksi (pasien secara fungsional dapat batuk berdahak);

-          Peningkatan inspiration pressure (dan waktu ketahanan inspirasi) ke tingkat setinggi mungkin - diukur menggunakan meteran PI maks.

 

 

2.      Fase Klinis

Rekomendasi 2 :

Tetap di unit perawatan intensif (ICU) atau unit perawatan koroner (CCU) Sisanya relatif dianjurkan selama pasien  tinggal di ICCU setelah acara jantung akut atau setelah mereka menginap di ICU berikut CABG (level 4). Fisioterapi memeriksa masalah pembersihan lendir dan ventilasi.

 Perawatan paru perioperatif oleh PT melibatkan penjelasan tujuan fisioterapi, mengajarkan teknik pasien untuk meningkatkan ventilasi dan untuk memobilisasi dan batuk sputum (breathing exercise, huffing,  dan coughing)

Perawatan diberikan jika perlu (seperti yang ditunjukkan oleh ahli paru atau spesialis lain).

 

Rekomendasi 3 : Tahap mobilisasi

Latihan mobilisasi dinamis menghasilkan pemulihan yang lebih cepatdan kesehatan fisik yang lebih baik pada pasien CABG (level 1)  dan pasien CHD lainnya (level 4) dibandingkan dengan istirahat, dan oleh karena itu direkomendasikan selama fase ini.

Ahli jantung memberikan pemeriksaann sebelum fase mobilisasi dengan informasi rujukan medis berikut: alasan ntuk rujukan, diagnosis, tanggal kejadian atau pengobatan, penggunaan obat (jenis dan aturan dosis), komplikasi atau komorbiditas, tanggal masuk rumah sakit yang direncanakan, dan apa saja informasi diagnostik lebih lanjut yang dianggap relevan oleh ahli jantung. Fase mobilisasi klinis harus mencakup latihan fungsional, seperti latihan terkait ADL, berjalan dan menaiki tangga, pada tahap awal.

Intensitas latihan seharusnya menurun atau olah raga harus dihentikan jika penderita menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang berlebihan, seperti angina, gangguan fungsi pompa (sesak napas tidak proporsional dengan pengerahan tenaga, kelelahan abnormal yang tidak proporsional dengan pengerahan tenaga, meningkat

edema perifer / sentral), aritmia (denyut jantung tinggi tidak masuk proporsi tenaga, detak jantung tidak teratur, perubahan diketahui aritmia), peningkatan atau penurunan abnormal tekanan darah, pingsan, pusing dan reaksi vegetatif (berlebihan berkeringat, pucat).

Selama fase ini, fisioterapi menjelaskan sifat dari pasien PJK dan / atau operasi, kursus lebih lanjut dari program CR, cara mengatasi jantung dan gejala lain dan PJK sendiri, cara untuk mengenali tanda-tanda ketegangan yang berlebihan dan cara intensitas aktivitas di rumah dapat ditingkatkan secara bertahap.

Tujuannya :

-          Pasien dapat berfungsi pada tingkat ADL yang diinginkan.

-          Pengerahan tenaga sedang dimungkinkan ( ≥ 3 - 4 METs);

-          Pasien setidaknya memiliki pengetahuan tentang penyakit jantung koroner mereka;

-          Pasien tahu bagaimana mengatasi gejala mereka dan mampu mengintensifkan dan memperluas aktivitas ADL mereka. Dalam beberapa kasus luar biasa, pasien mungkin belum mencapai tujuan ini pada saat keluar dari rumah sakit, karena masalah psikososial, sosial atau fisik yang parah. Pasien tersebut dapat dirujuk untuk masuk klinis ke pusat CR multidisiplin khusus

 

3.      Fase Rehabilitasi Rawat Jalan

Penilaian ini berfokus pada identifikasi gangguan fungsi tubuh, batasan aktivitas, batasan partisipasi dan masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi pilihan aktivitas olahraga yang akan dimasukkan dalam program latihan. Keterbatasan aktivitas dapat mempertimbangkan sifat, durasi dan / atau kualitasnya. Fisioterapis menganalisis kinerja aktivitas bermasalah yang diidentifikasi menggunakan instrumen gejala spesifik pasien . Kinerja kegiatan bermasalah dapat dinilai dalam hal durasi dan intensitas, dirasakan kelelahan (Borg Peringkat dari Perceived Pengusahaan (RPE) skala 6 - 20) dan dalam hal kecemasan, nyeri dada dan sesak. Ketika tes latihan maksimum atau gejala terbatas belum dilakukan pada garis dasar, atau untuk evaluasi (sementara) dari tujuan latihan, kapasitas fungsional dapat ditentukan dengan uji The Shuttle Walk Test (SWT)  atau tes jalan kaki 6 menit (6MWT) . Metode MET dan / atau Skala Aktivitas Spesifik (SAS) dapat digunakan untuk memperkirakan apakah ada perbedaan antara tingkat kinerja aktual dan tingkat target dapat dihilangkan dengan program latihan yang sesuai, dan juga untuk evaluasi (sementara).

Tujuan :

-          Mengeksplore batas

-          Belajar menghadapi keterbatasan fisik

-          Mengoptimalkan kapasitas Latihan

-          Diagnosa : Perubahan evaluasi pada kapasitas Latihan diatas waktu dan hubungan diantara tanda dan deteksi objek

-          Mengatasi rasa takut akan Latihan fisik

-          Mengembangkan gaya hidup aktvitas fisik

 

4.      Fase Rehabilitasi

Treatment fisioterapi selama fase rehabilitasi terdiri dari 3 modalitas informasi/advice, tailored ecercise program dan program relaksasi.

 

a)      Informasi/saran

Dalam konteks pengobatan fisioterapi, PT menawarkan bantuan pasien (bimbingan), informasi dan nasehat, yang diarahkan pada tujuan pribadi mereka. Tujuan informasi dan nasihat dapat mencakup:

- Meningkatkan pasien  memahami gangguan mereka dan rehabilitasi jantung; - Mendorong kepatuhan (termasuk gaya hidup aktif secara fisik);

- Mempromosikan cara yang sesuai untuk menangani gejala;

- Mempromosikan kembali bekerja.

 

b)      Tailored Exercise Program (Program Latihan yang Disesuaikan)

Berdasarkan tujuan individu, pasien ' preferensi dan keterbatasan didirikan selama prosedur penilaian dalam kombinasi  dengan hasil maksimal atau gejala-terbatas kriteria uji latihan dan keamanan, program latihan yang pasti terdiri dari kriteria keamanan. Jika kriteria ini dilanggar atau jika muncul tanda-tanda ketegangan yang berlebihan selama latihan, seperti kelelahan parah atau dispnea, angina, peningkatan laju pernapasan yang tidak terduga (> 40 napas per menit), penurunan tekanan nadi ( ≥ 10 mmHg), penurunan darah sistolik tekanan selama latihan (> 10 mmHg) dan peningkatan aritmia ventrikel atau supraventrikuler, sesi latihan akan dihentikan. Pada tahap awal dari program latihan, PT sistematis mengukur tekanan darah pasien dan denyut jantung (dan irama) sebelum, selama dan setelah sesi latihan. Periode pengawasan ini diperpanjang jika ada aritmia, iskemia, angina, kelainan tekanan darah, atau ektopi supraventrikular atau ventrikel terjadi selama Latihan.

Latihan yang diberikan terdiri dari praktik skill dan aktivitas (untuk memampukan pasien menggunakan kekuatan mereka atau ketahanan kekuatan dalam aktivitas motorik), pelatihan ketahanan aerobik, pelatihan ketahanan lokal dan kekuatan, menjalankan fungsi / aktivitas, dan / atau pelatihan untuk mengurangi faktor risiko.

 

 

Rekomendasi 4. Latihan aerobik

Hasil latihan aerobik dalam pengurangan umum dan tingkat mortalitas dan morbiditas jantung, jumlah AMI rekuren nonfatal, dan faktor risiko, serta peningkatan signifikan dalam kapasitas latihan, dan oleh karena itu direkomendasikan (Level 1) . Pelatihan interval intensitas tinggi (HIT) mungkin disarankan karena tampaknya lebih banyak efektif daripada pelatihan ketahanan intensitas sedang Jika HIT diterapkan, ahli jantung harus diberitahu

dan kriteria keselamatan harus ditaati.

Kapasitas latihan pasien dapat ditingkatkan dengan cara ketahanan aerobik dan pelatihan interval, diawali dengan pemanasan dan diikuti dengan pendinginan. Latihan prinsip yang akan diterapkan tergantung pada tujuan fisioterapi dan kondisi fisik pasien. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas latihan pasien, level pelatihan bisa ditingkatkan secara bertahap selama beberapa sesi dari 50 menjadi 80% dari puncak VO2 / cadangan detak jantung, 20-30 menit per sesi,

≥ 2–3 kali seminggu. HIT biasanya terdiri dari empat 4 menit blok, selama latihan pasien dengan intensitas 80–90% dari VO2 Max / detak jantung VO2 mereka, dengan 3 menit pemulihan aktif selama 40-50% mereka berolahraga VO2 Max / cadangan detak jantung. Pelatihan interval dapat diindikasikan untuk pasien dengan kondisi fisik yang buruk dan tidak dapat melakukan latihan durasi lama; jika pasien dalam keadaan cukup baik kondisi fisik, baik latihan ketahanan maupun interval pelatihan dapat digunakan. Dalam kedua kasus fase 2 minggu awal

pelatihan di 40-50% dari VO2peak / cadangan detak jantung direkomendasikan.

 

Intensitas latihan harus didasarkan pada hasil tes latihan maksimal atau gejala terbatas. Dioptimalkan zona latihan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Karvonen, yang menghitung detak jantung latihan sebagai persentase dari cadangan detak jantung, ditambahkan ke detak jantung istirahat . Jika analisis gas pernafasan dilakukan selama maksimal atau tes olahraga terbatas gejala (karena tidak dapat dijelaskan dispnea atau komorbiditas [COPD]), intensitas olahraga harus

sebaiknya didasarkan pada persentase VO2 max , cadangan VO2 atau ambang ventilasi atau anaerobik, diubah menjadi jantung rate atau watt. Jika pasien menggunakan beta-blocker, lakukan Latihan harus didasarkan pada hasil tes latihan maksimum atau gejala terbatas dengan penggunaan beta-blocker. Jika pasien detak jantung meningkat selama maksimum atau gejala terbatas tes latihan sangat terbatas, intensitas latihan harus didasarkan pada persentase dari kapasitas maksimum yang dinyatakan dalam watt atau METs, dan / atau skor Borg (6-20).

 

 

Rekomendasi 5. Latihan kekuatan submaximal

Latihan kekuatan direkomendasikan sebagai tambahan untuk Latihan aerobik . Latihan kekuatan meningkatkan kekuatan otot dan kekuatan daya tahan, menghasilkan pengurangan batasan aktivitas dan peningkatan partisipasi, terutama di antara yang lebih tua (dan rapuh) , pasien yang mengalami keterbatasan terkait aktivitas karena kurangnya kekuatan otot dan daya tahan kekuatan (Level1) . Latihan kekuatan submaksimal tidak disarankan untuk pasien yang menjalani operasi dengan sternotomi selama yang pertama 8 minggu. Latihan fungsional simetris di dalam rasa sakit ambang batas dapat dilakukan setelah 6 minggu (untuk mencegah frozen shoulder) (Level 4).

Kekuatan otot dapat ditingkatkan dengan menggunakan 8-10 latihan kelompok otot besar, dengan frekuensi 2-3 kali seminggu (tergantung tujuan) melawan perlawanan yang dilakukan secara bertahap meningkat dari 50% menjadi 70–80% dari maksimum satu pengulangan (1RM). Berolahraga sebaiknya dimulai dengan 2 minggu pada 30-40% dari 1RM.

 

Rekomendasi 6. Program relaksasi

Program relaksasi (termasuk terapi pernapasan) direkomendasikan pada pasien PJK. Program relaksasi berkurang mortalitas dan morbiditas jantung, dan memiliki efek yang menguntungkan parameter fisik, psikologis dan sosial (termasuk detak jantung istirahat dan ketakutan untuk berolahraga) (Level 1) , dan muncul menjadi lebih unggul dalam kombinasi dengan program latihan dibandingkan dengan hanya program latihan (level 2) .

Pasien PJK harus mengikuti 2 sesi untuk mencoba program relaksasi. Jika program terbukti bermanfaat, mereka menghadiri  selanjutnya 4–6 sesi berlangsung masing-masing 60–90 menit. Program Relaksasi mengintegrasikan terapi kognitif dan Latihan relaksasi fisik. Tema kognitif yang dibahas meliputi memahami nilai istirahat, keseimbangan antara pengerahan tenaga dan istirahat, pengaruh faktor psikologis pada fungsi fisik dan membedakan antara faktor jantung dalam hubungannya stres, kemarahan, depresi dan tekanan waktu. Instruksi untuk relaksasi dapat diberikan selama latihan (relaksasi aktif) atau saat istirahat (relaksasi pasif), sebagian dalam konteks pemanasan dan pendinginan, dan sebagian sebagai satu kesatuan program relaksasi.

 

Evaluasi

Selain evaluasi 'berkelanjutan' atas seluruh program latihan, lebih komprehensif evaluasi sementara harus dilakukan setidaknya setiap 4 minggu, serta di akhir program CR. Jika pasien hanya mencapai sebagian tujuan mereka, tetapi kemungkinan besar tidak akan berlanjut kegiatan rehabilitasi secara mandiri (di rumah), CR program diperpanjang atau pasien dirujuk ke  perawatan fisioterapi. Jika pasien tidak mencapai tujuan mereka dan tampaknya mereka telah mencapai tingkat maksimum yang dapat dicapai, mereka harus dirujuk kembali ke tim CR multidisiplin untuk mengeksplorasi pilihan pengobatan lain., instrumen yang direkomendasikan untuk sementara dan evaluasi akhir dan target akhir yang harus dikejar.

Fisioterapis juga mengevaluasi apakah pasien telah memperoleh pengetahuan yang cukup tentang pencegahan sekunder, dan mengevaluasi tujuan dari program relaksasi. Fisioterapis harus melapor ke tim CR multidisiplin tentang proses pengobatan, hasil pengobatan dan rekomendasi (perawatan setelah). Ini harus terjadi setidaknya akhir perawatan, tetapi mungkin juga selama perawata. Selain itu, Fisioterapis menginformasikan kepada ahli jantung pasien, dokter keluarga dan, jika memungkinkan, rehabilitasi mereka dokter atau dokter perusahaan. CR kemudian dilanjutkan atau menyimpulkan, setelah berkonsultasi dengan tim multidisiplin

 

5.      Fase pasca rehabilitasi

Rekomendasi 7.

            Adopsi dan pemantauan gaya hidup aktif secara fisik Pasien disarankan untuk terus berolahraga untuk mengurangi profil risiko jantung setelah CR (Level 1) Sebuah tindak lanjut dianjurkan untuk mendorong pasien yang tidak aktif untuk menjadi aktif secara fisik lagi (Level 3) .

Pasien mungkin dirujuk ke program latihan yang ditawarkan oleh fasilitas latihan bersertifikat, tetapi mungkin juga membuat sendiri penggunaan fasilitas olahraga biasa. Penderita penyakit jantung koroner yang sedang tidak dapat mempertahankan gaya hidup aktif tanpa bantuan, atau belum mencapai semua tujuan fisik selama tahap rawat jalan, tetapi dianggap mampu melakukannya. Pemantauan  penting untuk mengidentifikasi kekambuhan pada tahap awal dan campur tangan. GDG merekomendasikan untuk memantau pasien gaya hidup aktif (sebaiknya setelah 6 dan 12 bulan), berdasarkan aktivitas perangkat pemantauan dan atau telepon atau menggunakan berbasis web atau kuesioner tercetak.


SELESAI

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ambivert For Personality